Portal Pekalongan - K.H. Ahmad Bahaudin Nursalim atau yang lebih kita kenal dengan panggilan Gus Baha menjelaskan bahwa membaca sholawat tidak hanya bukti cinta kepada nabi semata. Tetapi sholawat, bisa dijadikan sebagai penyelamat pada hari kiamat kelak karena unsur filosofi teologis yang terkandung di dalamnya.
Filosofi teologis sholawat ini menurut Gus Baha memiliki dua unsur pengakuan yang esensial dan mendudukan relasi antara Allah dan Nabi secara proporsional. Pertama, mengakui Allah sebagai Tuhan sekaligus mengakui Nabi Muhammad Saw sebagai hamba Nya.
Dalam bacaan sholawat yang biasa kita lantunkan, yaitu Alluma sholli ala sayyidina Muhammad, menunjukan kedudukan Allah sebagai Dzat yang Maha Pemberi dan Nabi Muhammad sebagai penerima. Betapapun tinggi derajatnya dan berstatus makhluk terbaik, Nabi Muhammad tetaplah hamba Allah.
"Jadi, membaca sholawat itu, di samping menunjukkan mahabbah (cinta) kita kepada Rasulullah, dengan menyatakan beliau sebagai makhluk terbaik yang paling layak mendapat azkash sholawat dari Allah, juga menyatakan Allah sebagai (Tuhan) yang memberi," jelas Gus Baha
Dilansir dari unggahan youtube Santri Gayeng, penjelasan Gus Baha ini berlandaskan pada pandangan pengarang kitab kitab Ithafus Sadatil Muttaqin yakni Sayyid Muhammad Murthadda Az – Zabidi, syarah atas kitab Ihya Ulumudin, yang merupakan buah karya dari Imam Al – Ghozali. Menyebutkan bahwa:
و أن النبي و إن جلّ قدره فهو محتاج إلى رحمة الله عزّ وجل
Artinya: “Betapapun tingginya kedudukan Nabi Muhammad saw, ia tetap membutuhkan kasih sayang dan kemurahan Allah Swt.”
Baca Juga: Resep Tahun Baru, Nugget Roti Tawar, Kreasi Kuliner ala Indonesian Food
Inilah yang dimaksud oleh Gus Baha bahwa sholawat sebagai penjaga akidah, umat muslim tetap akan mengagungkan Rasulullah sebagai status hamba Allah, dan tidak sampai menjadikannya tuhan.