“Tapi kalau anak yang tidak terputus kekafiran, maka masuk dalam ayat walladzina amanu wat taba'athum dzurriyyatahum biimanin al-haq nabihim dzurriyyatahum wa ma alasnahum min amalihim min syaiin,” jelas Gus Baha
"Orang Iman, yang kemudian oleh anak turunnya diteruskan imannya, maka anak yang surganya turun kelas D atau C nantinya diikutkan surga bapaknya yang kelas A, asal dibantu oleh Iman. Tapi sekali tidak Iman maka terputus, " papar Gus Baha.
Kemudian Gus Baha mencontohkan, misalkan bapaknya seorang alim allamah, anaknya bisa baca Wahab, atau Muin, mundur lagi takrib dan terakhir anaknya tidak bisa apa-apa. Misalkan sampai era generasi ketujuh anaknya kafir.
Anak yang bisanya cuma baca taqrib saja, surganya itu ke fathul wahab, karena bapaknya iman, maka anak tersebut diikutkan surga bapaknya atau mbah-mbahnya.” Sebaliknya kalau tidak, iman itu langsung terputus,” ungkapnya.
Selian itu, untuk memperjelas pemahaman, Gus Baha menceritakan tentang kisah Nabi Nuh yang pernah berdoa keselamatan keluarganya sebelum badai dan banjir datang.
Doa Nabi Nuh pun diijabah oleh Allah SWT, namun tidak terhadap anaknya Nabi Nuh yang ikut tenggelam dalam banjir, kata Gus Baha.
Baca Juga: PVMBG Peringatkan Warga Dieng Jauhi Kawah Timbang hingga Radius 2 Km, Begini Jawaban Peladang...
Ketika itu Nabi Nuh pun berdoa kepada Allah SWT dan mempertanyakan nasib anaknya yang wafat karena tenggelam.
Maka, dalam riwayat hadis, Allah SWT menjawab doa Nabi Nuh, bahwa anaknya telah kafir, maka sejatinya dia bukan lagi anak Nabi Nuh.